31 oktober 2010
Dunia senyap layaknya hutan yang habis terbakar ribuan abu. Secarik potongan kertas menyala merah melayang disekitar, menandakan bekas dari sebuah kejadian. Pagi mencekam, disaat semua mata terpejam, gemuruh suara membangunkan tiap makhluk berselimut. Bumi bergoncang. Langit menghitam dengan sentuhan petir yang menyambar. Membahana sampai ke pelosok negeri. Kilatannya tajam membunuh semua yang menatap. La Ilaha Illa Allah. Sadarkah mereka dengan apa yang terjadi? Mampukah mereka membaca raut muka sang langit dan bumi? ?
Mereka tak sadar. Tak kan pernah sadar. Hanya mampu menodai hati yang tak berdosa. Menyambut duka yang menyeret mereka kedalam nista. Memaksa kehendak setiap perkara. Namun mereka tak mau mengerti. Hanya berharap perubahan. Cuma menanti kesadaran. Andai mereka tahu.. Andai..
Tiupan angin badai merobohkan para durjana. Munafik sejati yang bangga akan nafsunya. Cambuk demi cambuk terulur sadis untuk makhluk tak bertuan. Siksaan terhadap komunitas perindu cahaya kebenaran.
Gulungan ombak menelan pembajak maut. Sang penguasa terjerat duka akibat lakunya. Penikmat dunia fana yang selalu menyeret berjuta mayat manusia. Entah apa yang dipikirnya. Hanya sesama pemilik adat busuk-lah yang mengerti.
Perlahan tanah seolah marah. Memuntahkan isi perut bumi dengan aroma neraka. Aroma terburuk yang tak pernah diharapkan oleh siapapun. Itulah tanda kemurkaan Tuhan pemilik dunia. Namun lagi-lagi mereka tak sadar. Derita kian derita menyambut datangnya para pemain api. Bersiap meluluhlantahkan segala.
Tahukah engkau wahai pengkhianat alam raya?
Ini saatnya Tuhan membalas. Ia-lah raja keadilan. Tak seperti kalian yang menganggap penghuni alam adalah budak. Dulu kalian tertawa. Tapi kini, kami yang tersenyum bahagia. Dendam jutaan budak tak berlaku di dunia. Hanya Tuhanmu yang mampu membalas dahaga kami. Ia maha cinta, hanya untuk hambaNya yang setia mengukir cintaNya. Bukan kalian yang justru mengotori indah kasihNya.
0 komentar:
Post a Comment